Kisah : Nenek Pemungut Daun
Di Pulau Madura, tersebutlah seorang nenek penjual bunga cempaka di pasar. Setiap harinya usai berjualan, sang nenek selalu menyempatkan diri mampir ke Masjid Agung yang terdapat di kota itu, dengan berjalan kaki walau jaraknya cukup jauh. Ia kemudian berwudhu, masuk ke Masjid, dan melakukan shalat dhuhur. Setelah berdzikir dan berdoa, ia segera keluar dari Masjid dan tampak membungkuk-bungkukkan badannya di halaman Masjid. Untuk apa?
Si nenek dengan sabarnya memunguti serta mengumpulkan daun-daun yang berserakan di halaman Masjid tersebut. Selembar demi lembaran daun dikaisnya. Tak satu lembar daunpun ia lewatkan. Tentu saja, dengan cara seperti itu, membutuhkan waktu yang agak lama bagi nenek itu membersihkan halaman Masjid. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh panas menyengat, hingga keringat pun jadi membasahi sekujur tubuhnya. Banyak jemaah Masjid yang jatuh iba kepadanya.
Sehingga suatu hari Ta’mir Masjid memutuskan untuk membersihkan sendiri dedaunan itu sebelum si nenek tersebut datang. Hari itu si nenek datang ke masjid untuk shalat Dhuhur seperti biasanya. Usai shalat, ketika ia hendak melakukan kebiasaan rutinnya, betapa terkejutnya ia. Sebab tak ada satu lembarpun daun yang berserakan disana.
Ia kembali lagi ke Masjid dan menangis dengan sesenggukan. Dia menanyakan ke jamaah yang masih ada masjid, mengapa daun-daun itu sudah dibersihkan sebelum dia datang? Mereka menjelaskan bahwa mereka merasa kasihan kepadanya, sehingga menyapu halaman sebelum kedatangan si nenek.”Jika kalian kasihan kepada saya, berikan kesempatan kepada saya untuk membersihkannya! Biarkan saya yang akan membersihkan” pinta nenek tersebut.
Singkat cerita, akhirnya sang nenek dibiarkan mengumpulkan dan membersihkan dedaunan itu seperti biasanya.
###
Karena orang-orang pada penasaran dengan kelakuan nenek tersebut, maka salah seorang kyai diminta untuk menanyakan kepada si nenek tersebut mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu.
Maka bertanyalah sang Kyai.
Akan tetapi nenel tua itu hanya mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat :
Pertama : Hanya Kyai yang mendengarkan rahasianya.
Kedua : Rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.
(Sekarang sang nenek telah meninggal dunia dan kita dapat mendengarkan rahasia tersebut)
Setelah sang Kyai berjanji, maka berkatalah si nenek :
“Saya ini perempuan bodoh, Pak Kyai.” tuturnya.
“Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Yang saya tahu, saya tidak mungkin selamat pada hari kiamat dan di akhirat tanpa mendapat syafaat Kanjeng Nabi Muhammad SAW. ”
“Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya mengucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Memberi syafaat kepada saya.”
” Biarlah semua dedaunan itu bersaksi bahwa saya telah membacakan shalawat kepadanya.” kata nenek tua tersebut.
Sang kyai hanya mampu tertegun mendengarkan cerita nenek tersebut. Seakan tidak percaya dengan apa yang telah didengarnya.
Nenek tua yang hanya dari sebuah kampung itu, tidak saja telah mengamalkan dan mengungkapkan rasa cintanya kepada Rasulullah SAW dalam bentuknya yang tulus. Ia juga telah menunjukkan sifat kerendahan hati (tawadhdhu’) di hadapan manusia, dan tadharru’ (kerendahan diri ke Hadirat Tuhannya), serta pengakuan akan keterbatasan amal dihadapan Allah SWT.
Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang tinggi, yang amat luhur.
Ia sadar bahwa dia tidak dapat hanya mengandalkan amalannya untuk dapat selamat di Akhirat kelak.
Dia sangat bergantung pada Rahmat Allah SWT.
Dan siapa lagi yang menjadi rahmat di semesta alam ini selain Rasulullah SAW?
Sehingga syafaat dari Rasulullah itulah yang sangat dia harapkan.
Subhanalloh,
*Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad, wa’ala ali Muhammad*
🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿🌸🌿
By: M. Ismail
Kisah ini dituturkan oleh salah satu Kyai di Madura, Bapak D. Zawawi Imron.